Gerabah Banten Tembus Pasar Eropa Gerabah di Banten tembus pasar Eropa hingga mengantongi omset Rp600 juta per tahun.
"Meski untuk ukuran ekspor, nominal yang kita peroleh belum seberapa, namun, jika dilihat dari minat pasar Eropa cukup menjanjikan," kata Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Banten, Hikmat Tomet di Serang, Rabu (3/12).

Menurut dia, hal itu tidak terlepas dari usaha Dekranasda untuk memasarkan produk-produk unggulan Banten ke pasar Eropa, seperti Perancis dan Belanda melalui pameran produk yang dilakukan di negara tersebut.

"Persoalannya sekarang, apakah pengrajin kita mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar atau tidak, ini harus menjadi bahan pemikiran kita dan para pengrajin di Banten," paparnya.

Selain menyoroti masalah kemampuan produksi, ia juga menyoroti kreativitas pengrajinnya, sehingga produk Banten kurang dikenal di pasar nasional dan internasional, padahal produk tersebut tidak kalah dengan produk daerah lainnya di Indonesia.

"Gerabah sebagai salah satu produk unggulan yang dihasilkan pengrajin Banten, sebetulnya tidak kalah dengan gerabah yang dihasilkan daerah lain. Tapi, karena kreativitas-nya kurang pada pengerjaan akhir, maka harganya kalah dengan daerah lain," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, gerabah Banten banyak dijual ke daerah Bali dengan kisaran harga antara Rp150.000-Rp200.000.

Gerabah itu dijual tanpa diberi sentuhan kreativitas seperti ukiran, sehingga oleh warga Bali, gerabah asal Banten itu disempurnakan dengan cara memberi hiasan pada gerabah, agar tampilannya lebih menarik dan dijual dengan harga Rp500.000-Rp1,5 juta.

Untuk itu, kata Hikmat, jika produk Banten ingin dikenal masyarakat di tingkat nasional dan internasional, maka pengrajin Banten perlu mengolah dan meningkatkan kreativitas-nya dalam menciptakan sebuah produk.

"Sentuhan kreativitas itu berlaku tidak hanya untuk pengrajin gerabah, namun untuk semua pengrajin, termasuk pengrajin makanan," katanya.

Ada delapan jenis produk unggulan yang sudah diekspor Dekranasda Banten melalui pameran produk di Belanda dan Prancis.

Kedelapan jenis produk itu adalah, batik Banten, batu fosil, kerajinan masyarakat Baduy, tembikar, keramik, kerajinan berbahan baku pandan, dan kerajinan berbahan baku kayu. sap/ant

KERAMIK BANTEN TEMPO DOELOE
PDF Cetak E-mail
Oleh Cecep Johan   
Minggu, 08 Februari 2009 16:28
Di Indonesia pada akhir-akhir ini banyak orang berminat untuk mengoleksi benda-benda keramik asing maupun lokal, jika yang mengumpulkan keramik tersebut adalah orang Indonesia kemunginan kecil untuk diperdagangkan kembali, akan tetapi jika yang membeli adalah orang asing terutama para kolektor keramik maka akan banyak bersenyalir barang-barang keramik di seluruh negara terutama negara yang lebih menghargai benda-benda keramik yang langka.

Sejarah mencatat perkembangan keramik di Banten sudah cukup maju dan berkembang pesat. Tercatat hingga akhir tahun 1642, cukup bayak keramik berbagai jenis yang dikirim dari Banten menuju Eropa. Di pelabuhan karangantu yang dulu dikenal sebagai bandar Banten pada abad ke 17 pernah menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai. Perdagangan rempah-rempah dan keramik ini termasuk perdagangan terbesar dikepulauan Nusantara pada masa kesultanan, waktu itu hampir seluruh kebutuhan keramik untuk daratan eropah di pasok oleh Banten, karena keramik kebanyakan yang ada berupa alat kebutuhan rumah tangga dan keramik lain (Cina) berupa hisan yang berasal dinasti Cing dan Ming dengan berwarna biru putih, keramik Cina pun dikirim melalui pelabuhan Banten. Sisa kebudayaan masa lampau yang berupa keramik sampai kini masih bisa disaksikan di rumah-rumah penduduk desa. Tetapi keramik asing yang sekarang lebih dikenal sebagai “barang antik” semakin langka, akibat banyaknya pemburu barang antik mencari dan membeli dengan harga yang cukup tinggi.

Sekarang ini, keramik Banten masih berkembang di Kampung Dukuh, Kecamatan Ciruas, Serang. Warga masarakat di kampung tersebut masih mempertahankan budaya membuat keramik khas Banten. Untuk itu, perlu adanya usaha ekstra keras untuk membangkitkan kembali industri keramik sebagai ciri khas Banten, dengan memulai membuat replika-replika keramik masa lalu, yang diselaraskan dengan selera kebutuhan konsumen masa kini. Sejauh ini, keramik Banten dapat di temukan di beberapa tempat, antara lain di pasar Anyer, Ciruas, Bali dan Mancanegara. Karena harganya relatif terjangkau oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Keramik khas Banten terbagi dalam dua klasifikasi. Yang berbentuk wadah dan yang bukan wadah, keramik berbentuk wadah sendiri mempunyai subklasifikasi, yaitu pasu, piring persegi, piring bulat, jambangan bulat, jambangan silinder, pot bunga, kendi, periuk, wajan dan kuali. Sedangkan yang bukan wadah, biasanya berbentuk periuk. Hiasan khas keramik Baten yang paling populer adalah motip tumpal bergerigi dan ceplok dari teknik cap serta motip yang dihasilkan dengan teknik cubit. Suatu penelitian yang dilakukan oleh sejarah Banten, Drs H Halwany Michrob M.Sc(alm) di Situs Banten lama membuktikan, hanya ada dua teknik menghias yang kerap dilakukan pengrajin keramik Banten, yaitu teknik gores dan teknik tekan.

Di kampung Dukuh setiap orang mampu menghasilkan 10 - 20 gentong sehari, bahan setengah jadi. Seperti yang dikerjakan oleh para wanita yang sedang mengerjakan pembuatan gentong dirumahnya, produksi keramik yang dihasilkan hampir di setiap rumah didesa Bumi Jaya bermacam macam jenisnya antara lain; kendi, gentong, celengan, padasan (tempayan untuk air sembahyang), pot bunga, dupa, pendaringan, keren (tempat masak), kuali, buyung, coet, momolo dan lain sebagainya.

Dibandingan dengan pengrajin keramik Plered, Purwakarta dan Asongan Jogyakarta, daerah ini jauh tertinggal. Para pengrajin disini belum mengenal glasir dan corak warna serta pembakaran masih dilakukan secara tradisional. Bentuk barang yang diproduksi tidak mengalami prubahan yang segnifikan dari tahun ke tahun dari segi estetika tidak diperhatikan hingga mutu/kulitas rendah, tidak menarik konsumen sebagai barang hiasan. Padahal dalam peta bumi kebudayaan, daerah ini dikena sebagai penghasil keramik sejak jaman kesultanaan Banten. Tetapi para pengrajin disini tidak terpengaruh terhadap membanjirnya keramik asing yang datang dari Cina yang bermotif indah dan menawan.

Di Desa Bumi Jaya, di kenal dari jaman dulu hingga sekarang dengan sebutan sebagai ‘desa gerabah’ karena, karya seninya yang telah melalangbuana hampir ke seluruh pelosok Nusantara dan negara eropah. Tapi sedikit saja orang yang tahu, keramik yang sering dijadikan interior maupun eksterior hotel-hotel kawasan Anyer, Bali, dan beberapa perumahan elite di Jakarta, ternyata keramik yang digunakan adalah hasil karya tangan-tangan terampil Banten. Secara tidak sadar pula, ibu-ibu rumah tangga yang selama ini akrab dengan gerabah dari tanah liat, yang selalu di pakai untuk menyimpan beras atau mendinginkan air, ternyata tidak jauh di buat dari lokasi mereka tinggal.

Menelusuri lorong-lorong Perkampungan Desa Bumi Jaya, tidak jauh dengan suasana kehidupan desa pesisir utara pulau jawa pada pada umumnya para peduduknya, terkesan apa adanya, penuh keramahan.

dikutip dari :
http://perpushalwany.blogspot.com/
LAST_UPDATED2